TANGGAMUS – Keluarga Muktar Hasan menuntut kepemilikan tanah yang telah dibangun ruko di Pasar Kota Agung, Kabupaten Tanggamus.
Perkara ini di Pengadilan Negeri Tanggamus telah menjalani sidang ke-13 kalinya hingga mengumpulkan saksi-saksi, Rabu (7/9/2022).
Budiman, pemilik tanah, menjelaskan, kesalahan terletak pada PT. Realita Agung Semesta (RAS) yang telah mengeluarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Menurutnya, masa itu ia lupa mengeluarkan tanah sebagian ini ialah milik pribadi seluas 400 meter, sehingga masuk segmen pasar.
“Kami dirikan bangunan di atas tanah sendiri namun sertifikatnya atas nama PT RAS. Sebelumnya, kami sudah mediasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sampai dipanggil dinas pasar tapi tak ada kepastiannya. Jadi, terpaksa kami ambil jalur hukum,” terangnya.
Mirza, pengembang PT RAS, mengakui, tanah itu milik Hasan yang saat ini dalam penguasaan PT RAS.
“Pengukuran BPN saat itu oleh pak Simon Sagala, SE, (almarhum) ia mengatakan, bahwa tolong untuk lokasi pak Muchtar ini dikeluarkan dari segmen pasar,” jelas ia.
Tapi, lanjut Mirza, dalam kenyataannya tanah Muktar Hasan itu masuk segmen induknya HGB hingga terbit sertifikat induk atas nama PT RAS. Sebelumnya bukan milik Muktar saja kena dampak, melainkan banyak juga rumah tinggal lainnya sekitar 20 rumah yang ada di lokasi itu. Pihaknya juga telah ganti rugi dengan surat sementara.
“Berbeda dengan tanah milik Muktar Hasan yang tak mau kami ganti rugi karena dirinya ialah salah satu orang tergolong mampu hingga dapat mendirikan bangunan yang sama, seperti kami buat,” katanya.
Budiman menambahkan, setelah 2020, ia baru mengetahui, bahwa tanah milik pribadi namun pada sertifikatnya atas nama PT RAS.
“Jadi, kami menuntut sertifikat atas nama PT RAS seluas 400 meter dibatalkan dan kembalikan apa yang menjadi milik kami,” tuntut ia.
Kuasa Hukum Mulyadi Hartono (LBH)kefaksian pernong Lampung mengatakan, “pihaknya mengajukan gugatan kepada pemerintah daerah (pemda). Hari ini pihaknya menghadirkan para saksi, baik yang membangun maupun membeli.
“Memang dari tahun 1967 sampai hari ini tak ada masalah secara fisik di lapangan. Namun secara administrasinya ada kekeliruan dari pengembang ternyata tanah milik Muktar Hasan dimasukkan menjadi aset pemda” ucapnya.
Dalam Sidang didampingi oleh rekan dan keluarga dari Kefaksian Pernong . (Roli)